MITRAMEDIAJATENG. COM
SEMARANG — Direktur Pengamat Sosial, Hukum dan Politik Indonesia (PSHPI), Adi Setijawan, SH, menyoroti pentingnya strategi komunikasi proaktif dalam membangun citra positif organisasi kemasyarakatan (ormas), khususnya di tengah derasnya arus informasi dan opini publik di era digital.
Menurut Adi, ormas saat ini kerap menjadi sasaran framing negatif akibat minimnya respon cepat dan sistematis dalam menghadapi isu yang berkembang. Ia menilai, kecepatan penyebaran informasi di media sosial sering kali dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk membentuk opini publik yang tidak seimbang, bahkan menyesatkan.
“Maraknya persepsi negatif terhadap ormas bukan semata-mata karena substansi kegiatannya, tetapi lebih pada lemahnya kemampuan mereka dalam menyampaikan klarifikasi dan narasi tandingan,” ujar Adi saat ditemui awak media di Semarang, Rabu (7/5/2025).
Adi menjelaskan bahwa fenomena krisis framing yakni, ketika suatu isu terbentuk dan menyebar lebih cepat dari klarifikasi pihak terkait , hal ini merupakan tantangan serius yang harus dihadapi ormas saat ini. Ia menyarankan perlunya pendekatan komunikasi strategis yang bersifat antisipatif, bukan reaktif.
“Banyak ormas terjebak dalam pola komunikasi yang lambat dan defensif. Padahal, di era digital ini, kepercayaan publik bisa dibangun atau hancur hanya dalam hitungan jam,” tegasnya.
Lebih lanjut, Adi mendorong ormas untuk membentuk tim komunikasi yang profesional, melek teknologi, serta mampu mengelola isu dan membangun citra melalui kanal digital seperti media sosial, website, hingga media massa. Ia menekankan pentingnya narasi yang konsisten, humanis, dan mencerminkan nilai-nilai organisasi yang sesungguhnya.
“Ormas memiliki peran vital dalam pembangunan masyarakat. Sayangnya, tanpa strategi komunikasi yang tepat, peran itu kerap tertutup oleh stigma yang tidak adil,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa keterbukaan informasi, partisipasi publik, dan transparansi adalah tiga pilar utama yang harus dijadikan landasan komunikasi oleh ormas.
“Citra bukan sekadar soal penampilan luar, tapi tentang bagaimana sebuah organisasi membangun kepercayaan publik lewat komunikasi yang jujur, cepat, dan relevan,” pungkasnya.
(Red)